Blogger templates

Pages

Minggu, 25 November 2012

KARDINALITTAS (MAX)

KARDINALITAS (MAX)



Kardinalitas adalah jumlah entitas maximum yang dapat berelasi dengan entitas pada himpunan entitas lain.

Kardinalitas max meliputi 3 bagian, yakni :
  • Satu-ke-satu (one to one)
  • Satu-ke-banyak (one to many)
  • Banyak-ke-banyak (many to many)
One to One adalah tiap entitas yang pertama hanya mempunyai satu hubungan dengan satu kejadian yang ada pada entitas kedua, dan sebaliknya, satu kejadian pada entitas yang kedua hanya bisa mempunyai satu hubungan dengan satu kejadian pada entitas yang pertama.
One to Many adalah  tiap entitas yang pertama dapat mempunyai banyak hubungan dengan kejadian pada entitas yang kedua, sebaliknya untuk satu kejadian pada entitas yang kedua hanya bisa mempunyai satu hubungan pada entitas yang pertama.
Many to Many adalah tiap entitas akan mempunyai banyak hubungan dengan kejadian pada entitas lainnya, baik dilihat dari sisi entitas yang pertama, maupun dilihat dari sisi entitas yang kedua. 

Rabu, 21 November 2012

Realita Hidup, Sahabat dan Cinta


Realita Hidup, Sahabat dan Cinta

Lama tidak menulis sesuatu, ada saja yang terasa kurang, entah ini entah itu. Ya, banyak alasan seseorang tidak menulis, banyak pula alasan mengapa seseorang menulis.
Menulis merupakan sarana yang indah untuk menyebarluaskan sesuatu hal yang ingin kita ingin agar orang yang membacanya tahu akan apa yang terkandung dalam tulisan itu.
Hidup itu memang seperti ombak, kadang pasang kadang surut, kalau lagi berjaya kita begitu bahagia, kalau lagi ambruk, rasanya begitu menderita. Kalau kita pahami secara benar, segala fenomena ini sebenarnya berakar dari pikiran kita sendiri. Mengapa bisa demikian? Coba kita sadari, kala kita memikirkan sesuatu, kita ingin mendapatkannya, tetapi hasilnya tidaklah sebagaimana yang kita inginkan, bukankah kita merasa sedih dan menderita. Andai saja kita tidak memikirkannya, mungkin akar permasalahan itu tidak akan pernah tumbuh menjadi sebuah pohon yang besar yang sekiranya akan menyulitkan diri kita sendiri.

Berjumpa dengan yang kita tidak senangi maupun berpisah dengan yang kita cintai, begitulah fenomena yang senantiasa hadir dalam perjalanan kita mengarungi kehidupan ini. Tak ada orang yang sepenuhnya dapat senantiasa merasakan kebahagiaan setiap hari dalam kehidupannya, ini juga berlaku bagi orang terkaya di dunia ini. Kelak dan pasti, seseorang akan mengalami kesedihan, entah karena hartanya dirampok, ditinggal orang yang dicintai, sakit, tua, dan akhirnya harus mengalami tutup usia. Apa yang dapat kita pelajari dalam hidup yang begitu singkat ini? Kita bukanlah makhluk abadi yang senantiasa dapat mengikuti proses perubahan di dunia ini

Usia begitu singkat, manusia berlomba-lomba mengumpulkan kekayaan tanpa batas, ketika miskin berpikir, “besok kita mau makan apa?“, ketika sudah masuk golongan menengah berpikir, “besok makan di mana?“, ketika sudah kaya berpikir, “besok makan siapa?“. Itulah realita kehidupan yang sulit dipungkiri, ada akar keserakahan dalam diri, tak pernah puas dengan apa yang telah diperoleh. Kalau sudah memperoleh apa yang diinginkan, niscaya akan melupakan maksud mulia yang dahulu pernah diikrarkannya, misalnya, “kalau aku sudah kaya, aku mau membangun rumah sakit, menyumbang ke yayasan, dan lain-lain“, yang kesemuanya itu pada awalnya begitu indah, tetapi pahit pada akhir ceritanya. Sudah merupakan sifat asal manusia, melupakan apa yang telah berlalu, terutama kenangan pahit. Akan tetapi, kenangan indah pun terkadang dilupakan.

Ada contoh lain, misalnya ketika kita masih lajang, bertemu dengan seorang wanita yang masih muda belia, dalam hati kita berpikir, “alangkah bahagianya aku jika aku bisa hidup bersama dengan wanita ini”. Ok, kemudian anda berhasil menikahinya, anda tetap bahagia. Akan tetapi, sesungguhnya, paras cantik adalah alasan anda meminang wanita itu, dan memang, ada pepatah yang mengatakan “cantik itu relatif, tapi, jelek itu mutlak“.

Wah, kalau begini dasar anda memilih pasangan anda, yakinlah anda masih bahagia, tapi hanya untuk sementara waktu. Mengapa? Karena anda belum menemukan tandingan dari wanita itu. Dunia ini memang tidak selebar daun kelor, tapi dunia ini cukup luas untuk dihuni milyaran manusia di permukaannya. Kalau ada seorang yang parasnya rupawan, pasti ada yang lebih rupawan lagi. Anda tak bisa memastikan, “apakah saya masih bisa mencintai wanita ini kelak, 10 tahun lagi, 20 tahun lagi, 30 tahun lagi, dst.“. Fisik adalah harga mati yang pasti akan mengalami perubahan! Anda akan menyaksikan wanita yang anda cintai keriput, mulai bongkok di usia senja.

Ok, kalau orang sudah tua ya pasti begitu. Bagaimana kalau sehabis kelahiran anak pertama, istri anda itu tiba-tiba badannya melar? Apalagi kelahiran anak kedua? Bagaimana kalau istri yang anda cintai adalah wanita yang doyan kehidupan glamor, pesta, berdandan ala selebritis? Penghasilan perbulan anda lebih kecil daripada kebutuhan istri anda, yang ternyata juga seorang wanita pemalas yang tidak pernah mengasihani jerih payah suaminya? Mencampakkan suaminya ketika suaminya diambang kemelaratan, yang tidak lain akibat istri durhaka itu?

Orang tua senantiasa was-was akan keadaan yang menimpa anaknya. Entah dalam masa menimba ilmu, berkarir, berumah tangga, dan lainnya. Contoh sederhana, bagaimana bila buah hati anda mandek dalam karir menimba ilmu di sekolah, tidak naik kelas, pemalas, hanya doyan bermain, menyukai permainan dan membenci buku, senang bergaul dengan yang tidak pantas diajak bergaul dan menjauhi orang yang pantas diajak bergaul, menyayangi teman sekolah yang buruk perilakunya dan membenci guru yang pantas dihormatinya? Renungkanlah realita ini.

Anda mungkin yakin, jika orang tua baik, pasti anak baik, saya katakan, “belum tentu”. Bagaimana jika anak anda tumbuh sebagai seorang pendusta besar? Yang parahnya, anda tidak menyadari akan hal itu. Tak pelak, anak manja itu tumbuh dalam perlindungan orang tua yang salah, yang kelak dan pasti akan menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan, di kemudian hari.
Ada orang yang berkata, “anak kecil tidak mungkin berbohong”. Saya katakan, “pikiran anda sungguh sangat sempit sekali…, kasihan kalau orang tua berpikir seperti ini, ini menandakan orang tua tidak mempersiapkan diri secara baik untuk berprofesi sebagai orang tua yang baik!”. Sedari seorang anak mempersiapkan diri untuk menginjak bangku sekolah, sedari itu pula, sang anak telah siap untuk memasuki realita pergaulan yang beragam dengan kondisi yang beragam, sedari itu pula kebohongan telah tertanam dalam diri sang anak.

Saya ingin bertanya, “apakah seorang koruptor, dahulunya adalah seorang anak kecil? Apakah seorang perampok, dahulunya adalah seorang anak kecil? Apakah seorang pembunuh, dahulunya adalah seorang anak kecil?”. Jika ya, berarti anda telah menyadari realita ini, anak kecil dapat diibaratkan sebagai bubuk semen yang baru saja dicampur dengan air, ia dapat diaduk, selama diaduk dengan baik dan ditambahkan air (pelajaran yang baik), ia akan memiliki sifat lunak. Bagaimana bila tidak diaduk dan ditambah air? Ia akan mengeras. Kalau sudah begini, sebagai orang tua menangis darah pun sudah tidak berguna.
Kehidupan ini berjalan sebagaimana hukum fisika, “ada aksi, ada reaksi!”. Bagaimana mungkin seorang wanita yang tidak kita kenal bisa menjadi istri kita dikemudian hari, bila kita tidak pernah mau berkenalan dengan dia? Ini pasti lebih mudah dijawab daripada menjawab soal berhitung.
 
Itulah realita hidup, senantiasa dipenuhi dengan hal yang tidak pasti, dan selalu ada bumbu kesedihan di dalamnya. Takkan ada orang yang dapat merasakan kebahagiaan sepanjang hayatnya. Takkan ada orang yang selalu terpenuhi keinginannya. Pun, tak ada orang yang kelak tidak akan ditinggalkan orang yang dicintainya. Tapi, satu hal yang pasti, kita bisa memberikan kebahagiaan bagi orang lain. Niscaya, berkat perbuatan memberikan kebahagiaan bagi orang lain, kita pun dapat merasakan kebahagiaan itu. Dunia tidak akan memberi pada kita, jika kita tidak memutuskan untuk memberi kepada dunia. Hukum aksi-reaksi selalu ada dalam kisah petualangan hidup kita mengarungi dunia ini dalam lingkup usia manusia yang begitu terbatas.

"Anda hanya dekat dengan mereka yang anda sukai.
Dan seringkali anda menghindari orang yang tidak anda sukai, padahal dari dialah
Anda akan mengenal sudut pandang yang baru."

Senin, 19 November 2012

Kebebasan Telah Menjadi Keblabasan

Kebebasan Telah Menjadi Kebablasan



Oleh : Reiza Realita



Setiap manusia yang dilahirkan tentunya diikuti dengan hak-hak hidup dan kehidupannya. Hak-hak tersebut sebagai karunia yang telah diberikan Tuhan. Semua apa yang telah Allah anugerahkan, telah tercatat dalam sebuah kitab dan melalui hadits-hadits. Di negara Indonesia hak-hak sebagai warga negara dan individu dimuat juga pada Undang-Undang Dasar 1945, dalam berbagai pasal dan ayat dengan perincian yang jelas dan lengkap. Kita tinggal mendalami membaca, mengingat, menyikapi dan menerapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Semua itu tentunya demi kebaikan dan kemakmuran masyarakat Indonesia. Namun sejauh mana kita bisa menerapkan poin-poin penting dari isi Kitab Suci, Hadits dan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut?
Pedoman kita dalam kehidupan sehari-hari terutama bagaimana kita bersikap dan bertingkah laku, telah nyata dan jelas. Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapi semuanya. Sesungguhnya semua itu akan tergantung pada kepribadian masing-masing. Orang yang berkepribadian luhur tentunya akan mendahulukan kewajibannya, baru kemudian menuntut haknya. Tentunya berbeda dengan orang yang rendah budi pekertinya, mereka akan menuntut haknya namun mereka mengabaikan kewajiban yang harus mereka penuhi.

Kebebasan yang telah menjadi kebablasan, suatu realita kehidupan pada masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya. Kebebasan disini tentunya kebebasan yang bertanggung jawab bukan kebebasan yang akhirnya kebablasan. Apa yang bisa kita lihat dalam kehidupan kita sehari-hari, tentunya kita bisa menilai apakah perbuatan mereka sebagai suatu kebebasan atau kebablasan. Suatu kebebasan yang bertanggung jawab, maka dengan sendirinya akan mendapat tempat di masyarakat. Akan tetapi kebebasan yang telah menjadi kebablasan, tentunya akan tidak mendapat tempat di masyarakat, bahkan akan menjadi bumerang bagi masyarakat lainnya.
Sebagai contoh dalam kehidupan kita sehari-hari, saya mungkin menulis tulisan ini sebagai persepsi saya sendiri terhadap apa yang telah saya lihat dan saya dengar. Sekarang demonstrasi dijadikan sebagai tradisi untuk mengeluarkan aspirasinya. Ketika suatu pihak tidak setuju dengan kebijakan, rencana kerja, cara penanganan dan lainnya, maka mereka pun akan berdemonstrasi dengan orasi kebanggannya. Demonstrasi yang tertib dan tidak mengganggu ketertiban umum, mungkin masih bisa diterima masyarakat, itu pun bagi yang mendukung tata cara mengeluarkan aspirasi dengan berdemonstrasi. Karena ada sebagian masyarakat yang tidak mendukung demonstrasi tersebut dengan alasan tidak pernah Rasulullah SAW contohkan dalam hidupnya. Semuanya tergantung pada keyakinan masing-masing.
Bendera HAM yang mereka bawa, hanya dijadikan sebagai perisai dirinya juga senjata baginya untuk sebebas-bebasnya mengeluarkan aspirasi mereka. Mereka mencaci maki, mereka merendahkan, mereka menghina, mereka menghujat baik secara pribadi maupun golongan. Apa yang seharusnya tidak ia suarakan, akhirnya terucapkan juga. Dan ketika mereka menikmati orasinya, dia terlupa dengan ketentuan Sang Pencipta, bahwa segala apa yang kita ucapkan tentunya akan dimintai pertanggungjawabannya. Dan setiap perbuatan buruk kita, tentunya akan mendapatkan balasan yang setimpal. Inilah sebuah contoh dari orasi yang akan membawa dirinya pada kenistaan di sisi Tuhan.
Contoh kebablasan yang lainnya adalah ketika seorang berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Mereka memanfaatkan dan menafsirkannya dengan sempit dan sesuai pikirannya saja. Nafsu akan kenikmatan duniawi telah membawanya pada sikap menghalalkan berbagai macam cara. Apakah itu dalam hal suap menyuap, mencuri, mengadu domba, meneror, menipu, memaksakan kehendak, dan lainnya. Semuanya ia lakukan demi sebuah impiannya, meskipun harus menjadi seorang koruptor. Mereka tidak merasakan kekhawaatiran bahkan belas kasihan terhadap orang-orang yang telah mereka aniaya. Baginya yang penting senang, baginya yang penting menang, baginya yang penting indah.
Dalam cara bergaul anak-anak remaja bahkan banyak pula dari golongan orangtua yang sudah sangat kebablasan. Bagaimana mereka berpenampilan, bagaimana mereka bertutur kata, bagaimana dia memperlakukan orang lain. Banyak diantara mereka sudah tidak mempedulikan lagi kaidah agama dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sesungguhnya apa yang mereka cari dan apa yang mereka inginkan? Apakah pujian, penghargaan, popularitas, sensasi, atau apapun keinginan mereka, sesungguhnya masyarakatlah yang akan menentukannya dan masyarakatlah yang akan menilai perilaku mereka apakah baik atau buruk.
Dengan alasan bahwa apa yang mereka lakukan adalah bagian dari Hak Asasi Manusia, sehingga mereka boleh melakukan apapun yang ia mau tanpa mempedulikan masyarakat sekitarnya. Bagi mereka yang memiliki uang banyak, mereka berfoya-foya tanpa melihat si miskin kelaparan, mereka berpesta tanpa mempedulikan kesulitan kaum duafa, mereka bersuka ria tanpa menyaksikan si fakir menangis, mereka berwisata keliling dunia tanpa mempedulikan golongan tunanetra bersedih. Baginya hanya mencari kesenangan tanpa mempedulikan kesulitan orang lain.
Semoga Allah menunjukkan pada mereka jalan yang benar termasuk penulis yang masih jauh dari kebenaran. Sesungguhnya yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil. Seseorang akan mendapatkan apa yang mereka usahakan sendiri, kebaikan yang ia tanam maka baik pula hasilnya dan keburukan yang ia tanam maka keburukan pula pada akhirnya yang ia dapatkan. Semoga kita menjadi orang-orang yang beruntung, Amin.

"Mencintai kebebasan berarti cinta kepada orang lain,
mencintai kekuasaan berarti cinta kepada diri sendiri"

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews